Sunday, March 04, 2018

Laporan Genetika Ikan - Platy

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Ikan platy (Xipophorus maculatus) adalah ikan jenis livebearing dan masuk kedalam family Poecilliidae, yang merupakan keluarga terbesar dari empat family yang berisi hampir 200 spesies dan  termasuk beberapa spesies ikan peliharaan akuarium lain yang terkenal seperti Molly, Guppy dan Swordtail. Semua spesies dalam keluarga Poecilliidae dilengkapi dengan gigi di kedua rahang bawah dan atas. Ikan ini berasal dari Amerika, tapi ikan liar Poecilliidae hari ini ditemukan di perairan tropis dan subtropis di banyak bagian dunia. Kebanyakan ikan liar Poecilliidae ditemukan di luar Amerika berasal dari ikan akuarium yang telah dilepaskan ke alam liar oleh aquarists. Di beberapa bagian negara asia ikan Poecilliidae  sengaja diperkenalkan dalam upaya untuk memerangi malaria dengan mengurangi jumlah nyamuk.


1.2. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah : Mengetahui cara pemijahan ikan platy, mengetahui cara perawatan larva ikan platy, dan mengetahui sifat-sifat genetik ikan platy.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tentang Ikan Platy dan Pemijahannya
Platy merupakan ikan hias yang populer karena relatif kokoh, mudah untuk dirawat dan juga mudah untuk bertelur di penangkaran. Ikan dengan nama ilmiah Xipophorus maculatus ini tidak akan tumbuh lebih besar dari 2,5 inci dan Platy tunggal dapat disimpan dalam akuarium. Terdapat berbagai varian Platy yang berbeda, seperti Platy Wagtail umum berwarna merah, Sunset Platy, Variatus Platy dan Tuxedo Platy. Platy akan hidup dengan baik jika disimpan dalam lingkungan air yang sedikit basa. Ikan Platy memungkinkan untuk bertahan hidup dengan tanpa makanan, tetapi ia akan hidup lebih baik jika diberikan suplemen makanan dengan pakan hidup (jentik nyamuk, daphnia, dll). Pemberian pakan yang bervariasi akan memastikan bahwa ikan menerima semua nutrisi yang diperlukan untuk tetap kuat dan sehat. Pakan yang baik juga mempengaruhi kecerahan warna dari ikan hias ini (Lesmana. 2002).


Membedakan antara ikan platy jantan dan betina sebenarnya cukup mudah karena mudah dibedakan secara kasat mata. Berikut ini adalah perbedaan ikan platy jantan dan betina menurut Lesmana (2002):

·      Ciri-ciri jantan: biasanya berbadan ramping, pada sirip tengah bawah berbentuk lancip/kecil (agak memanjang), warna luar lebih menarik.
·      Ciri-ciri betina: berbadan relatif lebih gemuk dari platy jantan, pada sirip tengah bagian bawah berbentuk bulat/mengembang, dan warna luar kurang menarik.
Untuk memijahkan ikan Platy, maka harus memilih induk jantan yang sangat bagus dalam segi warna dan bentuk. Induk betina juga dipilih berdasarkan ukuran tubuh dan warna. Pada ikan hias, warna ikan jantan biasanya lebih cerah dan menarik dibandingkan ikan betina. Lakukan pemijahan dengan perbandingan 4 atau 3 induk betina dengan 1 induk jantan. Pemijahan yang baik biasanya dilakukan secara terpisah dalam satu kolam, misalnya didalam satu kolam pemijahan hanya ada 1 jantan dan 3 betina. Metode pemijahan terpisah ini biasanya menghasilkan banyak anakan, induk jantan yang telah selesai membuahi satu betina maka selanjutnya akan membuahi betina yang lain (Basolo, 2006).
Anakan yang telah lahir sebaiknya langsung dijauhi dari induknya. Anakan harus segera dipindahkan maksimal 3 jam setelah induk betina melahirkan, karena untuk menghindari terjadinya kanibalisme sebab ikan Platy bersifat omnivora. anda harus pisahkan dan biarkan anaknya berenang-renang dan mulai mencari makan berupa lumut-lumut. Dapat juga diberikan makanan berupa kutu air, jentik, dan pelet ikan yang diracik halus agar sesuai dengan bukaan mulut ikan. Pemberian pakan harus dilakukan sedikit demi sedikit agar burayak ikan dapat menyesuaikan diri dengan makanannya (Basolo, 2006).

2.2. Seleksi
Seleksi adalah program breeding yang dilakukan secara individu atau famili induk yang diseleksi berdasarkan keunggulannya untuk memperoleh perubahan rata 2 fenotif kuantitatif suatu populasi pada generasi berikutnya (berat, panjang, warna). Seleksi merupakan suatu proses penentuan individu-individu dalam  suatu populasi perkembangbiakan berdasarkan genotipe-genotip yang berbeda. Seleksi merupakan metode paling tradisional dan umum. Perbaikan kualitas genetik lambat dan memerlukan waktu lama. Prinsipnya adalah breeder memilih mana ikan yang akan digunakan dalam breeding dan mana yang akan disingkirkan. Biasanya Seleksi dilakukan pada ikan yang sejenis. Seleksi juga dapat dilakukan secara alami dan buatan (artificial). Seleksi faktor-faktor geologis, geografis, iklim, pakan dll. dilakukan oleh alam (alami) dan atau oleh manusia (buatan). Proses seleksi dapat dikembangkan dengan metode lain agar menghasilkan strain dengan kualitas lebih baik (Agung, 2010).
Metode seleksi terbagi menjadi dua cara. Yaitu sebagai berikut:
1.    Negative selection, metode ini adalah yang paling kuno dan sudah jarang digunakan karena memiliki berbagai keterbatasan. Caranya adalah dengan menyingkirkan ikan-ikan yang kurang berkembang dan berproduktivitas rendah. Sisa ikan hasil seleksi kemudian digunakan untuk breeding.
2.    Positive selection, metode ini dilakukan dengan memilih hanya ikan-ikan dengan karakter yang paling baik. Ikan tersebut kemudian diseleksi (diambil) untuk kemudian digunakan sebagai indukan. Benih hasil indukan pilihan tersebut kemudian dijadikan satu dan dibesarkan bersama-sama.

2.3. Hibridisasi
Hibridisasi merupakan inseminasi (perkawinan yang menghasilkan pembuahan) antara spesies yang berbeda (heterospecies) yang dapat menghasilkan hibrida dari induk yang digunakan. Kegiatan tersebut harus dapat menjawab pertanyaan mengenai jenis hibrida yang diperoleh berdasarkan ploidi (set kromosom pada nukleus suatu organisme) induk yang digunakan sebagai masukan bahan genetik, apakah hibrida tersebut merupakan gamet haploid, diploid, atau polispermi (penetrasi dua atau lebih sel sperma terhadap satu sel telur pada saat yang sama ketika terjadi pembuahan). Selanjutnya bagaimana mengenai proses pembuahannya (Karyogami), apakah jenis genom yang diperoleh merupakan hibrida (hasil persilangan) atau hasil parthenogenesis (terbentuknya individu baru dari sel telur tanpa mengalami proses pembuahan) (Marie, 2010).
Hibridisasi mempunyai tujuan untuk memperbaiki kualitas benih, seperti perbaikan terhadap laju pertumbuhan, penundaan kematangan gonad, agar tercapai pertumbuhan maksimal serta meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan lingkungan yang kurang baik. Perbaikan tersebut diperoleh karena adanya sifat heterosis vigour yang muncul pada hibrida yang dihasilkan. Hibridisasi pada ikan dapat dibedakan menjadi hibridisasi intraspesifik (spesies yang sama), interspesifik (antar spesies yang berbeda, genus sama), dan intergenerik (spesies dan genus yang berbeda) (Liu, 2010).
Di awal tahun 1980-an, untuk ikan mas ada tiga ras yang mempunyai kadar kemurnian tinggi, yaitu ikan mas ras Punten, ras Sinyonya, dan ras Majalaya. Namun saat ini dari ketiga ras tersebut sulit untuk didapatkan induk yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya. Kondisi ini merupakan hambatan yang cukup serius. Kesalahan dalam sistem pembenihan uang dilakukan oleh masyarakat dapat menghilangkan upaya para pakar yang telah bertahun-tahun melakukan penelitian untuk menghasilkan ras dengan karakter tertentu. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu kiranya dilakukan upaya hibridisasi pada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu hibridisasi interspesifik (antar spesies) atau intergenerik (antar genus). Hibridisasi yang demikian jarang terjadi secara alami. Namun dengan adanya teknik pemijahan secara buatan, hibridisasi tersebut dapat dilakukan dengan mudah. Keberhasilan suatu pembuahan pada ikan dutentukan oleh keberhasilan penetrasi sperma terhadap mikropil telur. Oleh karena itu, informasi mengenai diameter sperma dan mikrofil telur dari ikan yang digunakan sangat diperlukan untuk mendukung hibridisasi tersebut, selain pemijahan secara langsung (Hulata, 2001).




III. METODELOGI

3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan pada Kamis, 24 April 2014 hingga selasa 14 Mei 2014, Bertempat di Laboratorium Genetika Ikan, Jurusan Budidaya Perairan, Universitas Lampung.

3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: Aquarium, aerator, scope-net, selang, dan kabel terminal.
Kemudian, bahan-bahan yang digunakan adalah: Induk ikan platy jantan dan betina yang siap memijah, air, pellet apung, dan pakan alami (kutu air dan jentik nyamuk.

3.3. Cara Kerja
Pertama, lakukan seleksi induk ikan platy, pilihlah ikan platy terbaik dan siap untuk dipijahkan. Siapkan 3 akuarium yang telah diisi air dan di aerasi, kemudian, ikan platy yang telah diseleksi ditempatkan dalam akuarium tersebut, dimana masing-masing akuarium terdiri dari 1 jantan dan 1 betina. Amati perkembangan perilaku ikan hingga ikan memijah. Setelah memijah, indukan platy langsung dipisahkan dari anakanya untuk mengantisipasi terjadinya kanibalisme oleh si induk. Lakukan perawatan terhadap larva ikan hingga tumbuh dan terlihat warnanya. Lalu amati dan catat hasilnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan
- Tabel pengamatan 1
Akuarium
Jumlah indukan
Warna indukan
Jumlah anakan
warna anakan
Jantan
Betina
Jantan
Betina
1
1 ekor
1 ekor
Jingga terang
Jingga pudar
Belum memijah

2
1 ekor
1 ekor
Jingga terang
Jingga pudar
Awal pemijahan 34 larva
Kuning tua
3
1 ekor
1 ekor
Jingga terang
Kuning kejinggaan dengan warna agak pudar
Awal pemijahan 12 larva
Kuning tua

- Tabel pengamatan 2
Hari/
Tanggal
Keadaan Ikan
Aquarium 1
Aquarium 2
Aquarium 3
Kamis / 1 Mei 2014
Belum Memijah
34 Ekor Larva
12 ekor Larva
Jum’at / 2 mei 2014
Belum memijah
Mati 8 ekor
Sisa 26 ekor
Mati 1 ekor
Sisa 11 ekor
Sabtu / 3 mei 2014
Belum memijah
Sisa 26 ekor
Sisa 11 ekor


Minggu / 4 mei 2014
Mati
Mati 25 ekor
Sisa 1 ekor
Mati 4 ekor
Sisa 7 ekor
Senin / 5 mei 2014
Mati
Mati semua
Mati semua
Selasa / 6 mei 2014
Memasukkan indukan baru 2 ekor
Memasukkan indukan baru 2 ekor

Selasa / 14 mei 2014

Belum memijah
Mati 1 ekor


4.2. Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan pemijahan pada tiga pasang indukan ikan platy. Pada akuarium 2, indukan menghasilkan 34 ekor larva, dan pada akuarium 3 indukan menghasilkan 12 ekor larva. Sedangkan pada indukan di akuarium 1 tidak menghasilkan anakan, hal ini bisa dikarenakan beberapa kemungkinan seperti:
      Indukan yang digunakan tidak atau belum produktif, sehingga ikan tidak mau memijah.
      Indukan stres, dikarenakan manajemen praktikum yang kurang baik, misalnya karena air akuarium yang kurang terawat dan human error.
Kemungkinan-kemungkinan tersebut dibuktikan dengan ikan yang belum memijah selama 3 hari dan kemudian mati. Sehingga pada akuarium 1, kembali dimasukkan 2 indukan baru. Namun, tetap saja induk baru ini juga tidak kunjung memijah hingga lebih dari 7 hari. Kemungkinan karena kejadian yang sama pada dua indukan sebelumnya.
Pada akuarium 2 dan 3, larva yang dihasilkan berwarna kuning tua. Namun, larva pada kedua akuarium tersebut banyak yang mati, hingga akhirnya pada senin 5 Mei 2014 seluruh larva ikan mati semuanya. Kematian total larva ini terjadi hanya dalam selang waktu 4 hari. Menurut Lesmana (2002), ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan larva mati, antara lain:
      Kualitas air yang buruk (Kurangnya oksigen terlarut, suhu yang tidak optimal, dll.)
      Kurangnya makanan
      Kurangnya pengetahuan breeder dalam cara perawatan larva, sehingga larva menjadi stres
Dari hasil pengamatan ikan platy, warna anakan dari hasil pemijahan ikan platy semuanya memiliki warna kuning tua. Warna kuning tua ini diwariskan dari kedua indukannya, fenotip yang muncul pada anak ikan platy ini tidak jauh berbeda dari induknya. Menurut Marie (2010), pola pigmen merupakan karakter fenotip yang selalu diturunkan dari induk pada turunannya. Selain faktor gen sebagai pengontrol pola pigmen, lingkungan juga mempengaruhi fisiologi sel pigmen yang mendorong perubahan formasi pola pigmen yang muncul.
Kendala utama dari jalannya praktikum ini adalah manajemen pengamatan yang kurang baik. Beberapa praktikan tidak datang pada saat jadwal yang ditetapkan, dan juga ada beberapa praktikan yang terlalu sering mengontrol pengamatan laboratorium walaupun hari itu bukan jadwal piketnya. Selain itu, kurangnya pemahaman dan pengetahuan praktikan juga membuat larva platy jadi tidak terawat dengan baik, sehingga Survival Rate dari larva ikan sangat kecil, bahkan sampai seluruh larvanya mati.




V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikum pemijahan ikan platy ini adalah sebagai berikut:
1.    Pigmen warna merupakan sifat fenotip yang dapat diwariskan dari indukan ke anakannya, serta mudah untuk diamati secara langsung. Meskipun tidak semua anakan platy mewarisi warna induknya (resesif)
2.    Faktor penting yang meningkatkan kemungkinan keberhasilan pemijahan adalah kualitas air dan manajemen perawatan yang baik.
3.    Larva merupakan fase kehidupan ikan yang sangat rawan dan membutuhkan perawatan yang baik dan serius, karena pada tahap ini ikan masih belum memiliki kemampuan yang baik dalam mempertahankan diri.



No comments:

Post a Comment