Thursday, February 15, 2018

Pemanfaatan Rumput Laut Sebagai Agen Bahan Aktif Imunostimulan dan Antibakteri

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT SEBAGAI AGEN BAHAN AKTIF IMUNOSTIMULAN DAN ANTIBAKTERI
(Tugas Mata Kuliah Bahan Aktif Dalam Akuakultur)

Oleh
M. Nurul Fajri
1214111044


JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
  

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Permasalahan penyakit masih menjadi permasalahan rumit yang bagi dunia akuakultur. Sudah banyak pembudidaya ikan merugi akibat organisme budidaya yang mati karena serangan penyakit. Pengobatan menggunakan obat-obatan dan antibiotik umum sudah tidak lagi ampuh karena agen penyakit semakin kuat untuk bertahan dari bahan obat-obatan tersebut, terlebih lagi penggunaan antibiotik dapat menyebabkan residu pada ikan budidaya bila digunakan berlebihan sehingga dapat berbahaya bagi manusia yang memakannya. Oleh karena itu, kini metode pencegahan penyakit lebih banyak diteliti dari pada pengobatan. Mencegah penyakit dilakukan dengan memperkuat sistem imun ikan budidaya, sehingga ikan mampu melawan agen penyakit itu dengan sendirinya.

Rumput laut merupakan organisme yang sudah terkenal sebagai sumber berbagai macam metabolit sekunder untuk kesehatan, pangan, kosmetik, dan suplemen tambahan bagi manusia. Namun, pemanfaatan rumput laut sebagai imunostimulan di bidang akuakultur masih sangat minim diteliti, padahal rumput laut sangat kaya akan bahan aktif yang berguna bagi kesehatan dan sangat berpotensi bila dimanfaatkan lebih lanjut. Sebuah penelitian telah mengetahui bahwa ekstrak rumput laut seperti Dictyota sp., Gracilaria sp., Padina sp., dan Sargassum sp. mampu meningkatkan respon imun non spesifik pada udang vanamei (Ridlo & Pramesti. 2009). Kappa-karagenan dari rumput laut Kappaphycus alvarezii telah diketahui mampu meningkatkan sistem imun udang vanamei dalam mengendalikan penyakit akibat Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) (Febriani et.al., 2013). Penelitian lainnya menunjukkan bahwa penginjeksian ekstrak berbagai jenis karagenan dari berbagai jenis rumput laut pada udang vanamei yang diinfeksi Vibrio alginolyticus, mampu meningkatkan total hemosit, aktivitas profenoloksidase, respiratory burst dan aktivitas fagositosis secara signifikan (Yeh & Chen, 2008).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah melakukan riset pustaka mengenai pemanfaatan rumput laut sebagai agen imunostimulan dan antibakteri dalam bidang penanggulangan penyakit di budidaya perairan.


 II. ISI

2.1 Imunostimulasi dalam Akuakultur
Pemanfaatan imunostimulan dari bahan-bahan alam akhir-akhir ini mulai banyak dilakukan di tengah maraknya penggunaan antibiotik pada ikan dan udang. Penelitian mengenai bahan-bahan imunostimulan dan vaksin untuk ogranisme akuakultur mulai banyak dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Pengembangan pengetahuan mengenai imunostimulasi di bidang akuakultur telah dilakukan seperti pembuatan vaksin dan pencarian agen-agen imunostimulan dari bahan alam. Imunostimulan seperti bawang putih (Lengka et al., 2013), vitamin A (Rajan et al.,2013), vitamin C (Ilmiah, 2007), serta berbagai macam vaksin seperti vaksin Aeromonas salmonicida (Setyawan et al., 2012), vaksin Vibrio harveyi, dan vaksin virus WSSV (Ilmiah, 2007) telah terbukti secara ilmiah mampu meningkatkan sistem imun organisme budidaya.
Respon imunitas pada hewan merupakan upaya proteksi  terhadap infeksi maupun preservasi fisiologik homeostasi. Respon imunitas hewan akuatik terdiri dari respon non spesifik dan spesifik. Karenanya, memori, spesifitas dan pengenalan zat asing merupakan dasar mekanisme respon imunitas baik pada ikan maupun udang.Respon imunitas dibentuk oleh jaringan limfoid. Pada udang, jaringan limfoid menyatu dengan jaringan mieloid, sehingga dikenal sebagai jaringan limfomieloid. Produk jaringan limfomieloid adalah sel-sel darah dan respon imunitas baik seluler maupun humoral (Galeotti, 1998).
Struktur eksoskeleton dan hambatan kimiawi merupakan bagian dari sistem ketahanan non spesifik udang. Respon non spesifik yang merupakan ketahanan seluler udang yang dilakukan oleh sel-sel hemosit bergranula yang dilakukan melalui fagositosis. Fagositosis merupakan aktivitas primer respon imun udang terhadap benda asing. Respon humoral pada udang dimungkinkan oleh adanya multivalen sugar binding agglutinin, disebut sebagai lektin atau hemagglutinin dan monovalen sugar binding residue, disebut beta glukan binding protein (BGBP) (Aliffudin, 2002). Selain itu, monomerik glikoprotein merupakan faktor humoral yang berperan dalam respon humoral. Molekul ini dengan berat molekul 76 kDA dan titik isoelektriknya sebesar 7,2 berperan sebagai faktor pelekat sel hemosit pada permukaan benda asing dan berkaitan dengan sistem proPO, enkapsulasi. Secara in vitro sistem memacu proses degranulasi dengan menghambat sintesis protein dan aggregasi sel hemosit (Anderson, 1992).
Seperti halnya dengan udang, jaringan limfoid ikan menyatu dengan jaringan mieloid disebut sebagai jaringan limfomieloid. Pada ikan teleost jaringan limfomieloidnya adalah limfa, timus dan ginjal depan. Berbeda dengan udang, pada ikan terdapat populasi sel B dan sel T. Sel-sel ini sangat berperan dalam respon imunitas baik seluler maupun humoral (Anderson & Siwicki. 1993).

2.2 Penggunaan Antibakteri dalam Akuakultur
Berbagai usaha telah dilakukan dalam budidaya perikanan untuk mengendalikan serangan bakteri patogen, di antaranya dengan pemakaian antibiotik sintetik yang bersifat bakteriostatik atau bakterisida. Penggunaan antibiotik kimiawi dalam pengendalian penyakit dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, bahkan dapat menimbulkan resistensi. Antibiotik yang digunakan akan ikut hanyut di perairan sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem perairan di sekitar areal budidaya. Oleh karena itu perlu dilakukan pencarian senyawa baru sebagai alternatif antibiotik yang bersifat efektif dan aman untuk mengobati penyakit infeksi oleh bakteri pada organisme budidaya pesisir tanpa efek samping.
Sudah sangat banyak penelitian terbaru mengenai pemanfaatan agen antibakteri untuk pengobatan penyakit ikan. Seperti berbagai macam rumput laut seperti kelompok alga merah (Wiyanto, 2010), Sargassum sp., Gelidium sp. (Izzati, 2007), terdapat pula ekstrak daun pepaya (Rahman, 2008) dan daun sirih (Marsoedi, 2006) yang dapat mengatasi infeksi Aeromonas hydrophila.
Pada prinsipnya, penggunaan zat antibakteri berfungsi sebagai pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Peran zat anti mikroba masih dianggap penting untuk mengantisipasi terjadinya penyebaran penyakit yang lebih luas. Selain pengembangan bahan aktif imunostimulan, pengembangan mengenai bahan anti mikroba juga masih perlu dilakukan untuk menekan kematian akibat penyakit.

2.3 Kandungan Bahan Aktif dalam Rumput laut
Rumput laut terdiri dari beberapa jenis dengan berbagai pigmen. Jenis rumput laut lain berdasarkan sumber pigmennya adalah rumput laut merah atau sering disebut Rhodophyta. Warna merah yang terdapat pada jenis ini disebabkan oleh pigmen fikoeritrin dalam jumlah yang banyak dibandingkan pigmen lain seperti klorofil maupun karotenoid. Berdasarkan karotenoidnya, rumput laut merah dibagi menjadi dua grup, yaitu rumput laut merah yang mengandung β-carotene dan zeaxanthin, serta rumput laut merah yang mengandung α-carotenedan lutein. Rumput laut coklat atau sering disebut dengan Phaeophyta merupakan salah satu jenis rumput laut yang mempunyai jumlah spesies paling banyak dibandingkan rumput laut lainnya. Umumnya, rumput laut coklat bersifat makroskopis dan dapat mencapai ukuran lebih dari 30 meter, disertai dengan adanya gelembung-gelembung udara pada permukaan thallus yang berfungsi sebagai pelampung.  Rumput laut coklat mengandung beberapa jenis karotenoid yang dominan, seperti fucoxanthin, β-carotene, zeaxanthin, dan violaxanthin. Selain itu terdapat pula rumput laut emas (Chrysophytae).  Warna rumput laut ini kuning keemasan berasal dari kandungan karotenoid yang dominan pada bagian kloroplasnya sehingga warna klorofil tidak terlalu tampak.  Jenis rumput laut lainnya adalah rumput laut kuning-hijau atau sering disebut dengan istilah xanthophytes. Beberapa jenis pigmen yang terdapat dalam sel kloroplas dari rumput laut ini seperti klorofil, β-carotene, dan jenis karotenoid diadinoxanthin (Bocanegra et al., 2009).
Manfaat utama karotenoid adalah fungsi provitamin A. beta-karoten berkontribusi sekitar 1/12 jumlah retinol, sedangkan alpha-karoten dan beta-kriptosantin 1/24 jumlah retinol. Vitamin A sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh, serta meningkatkan kemampuan sistem imun (Bocanegra et al., 2009).
Rumput laut merupakan organisme yang sudah terkenal sebagai sumber berbagai macam metabolit sekunder untuk kesehatan, pangan, kosmetik, dan suplemen tambahan bagi manusia. Namun, pemanfaatan rumput laut sebagai imunostimulan di bidang akuakultur masih sangat minim diteliti, padahal rumput laut sangat kaya akan bahan aktif yang berguna bagi kesehatan dan sangat berpotensi bila dimanfaatkan lebih lanjut. Sebuah penelitian telah mengetahui bahwa ekstrak rumput laut seperti Dictyota sp., Gracilaria sp., Padina sp., dan Sargassum sp. mampu meningkatkan respon imun non spesifik pada udang vanamei (Ridlo & Pramesti. 2009). Kappa-karagenan dari rumput laut Kappaphycus alvarezii telah diketahui mampu meningkatkan sistem imun udang vanamei dalam mengendalikan penyakit akibat Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) (Febriani et.al., 2013). Penelitian lainnya menunjukkan bahwa penginjeksian ekstrak berbagai jenis karagenan dari berbagai jenis rumput laut pada udang vanamei yang diinfeksi Vibrio alginolyticus, mampu meningkatkan total hemosit, aktivitas profenoloksidase, respiratory burst dan aktivitas fagositosis secara signifikan (Yeh & Chen, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Wiyanto, D, B. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii dan Eucheuma Denticullatum Terhadap Bakteri Aeromonas Hydrophila dan Vibrio Harveyii. Jurnal Kelautan, 3 (1): 1-17.
Izzati, M. 2007. Skreening Potensi Antibakteri pada Beberapa Spesies Rumput Laut terhadap Bakteri Patogen pada Udang Windu. BIOMA, 9 (2): 62-76.
Rahman, M.F., 2008. Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya pada Ikan Gurami yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. [Skripsi], Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Marsoedi, S.K. 2006. Penggunaan Filtrat Crude Daun Sirih (Piper betle) Untuk Pengobatan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila [Skripsi]. Malang: Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya
Bocanegra A., S. Bastida, J. Benedí, S. Ródenas, & F.J. Sánchez-Muniz. 2009. Characteristics and nutritional and cardiovascular-health properties of seaweeds. Journal of Medicinal Food, 12 : 236–258.
Anderson, D.P. & A.K. Siwicki. 1993. Basic Hematology and Serology for Fish Health Programs. Asian Fisheries Society.
Galeotti, M. 1998. Some aspects of the application of immunostimulants and a critical review of methods for their evaluation. J. Appl. Ichthyol. 14: 189-199
Anderson, D.P. 1992. Immunostimulant, adjuvant and vaccine carrier in fish: Applications to aquaculture. Annual Review of Fish Diseases, 21: 281-307.
Aliffudin, M. 2002. Imunostimulasi pada Hewan Akuatik. Jurnal Akuakultur Indonesia. 1(2) : 87-92.

No comments:

Post a Comment