Thursday, February 15, 2018

Aplikasi Bahan Aktif Dalam Akuakultur

APLIKASI BAHAN AKTIF DALAM AKUAKULTUR
(Makalah Mata Kuliah Bahan Aktif Dalam Akuakultur)

Oleh Kelompok 5:
Destiara Dea Paramita         1214111019
M Zainal Arifin                     1214111043
M. Nurul Fajri                       1214111044
Ayu Wulandari                     1314111011



JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015



I. PENDAHULUAN

Pada era globalisasi seperti saat ini, ikan telah menjadi salah satu pangan sumber protein, kesadaran masyarakat akan pentingnya asupan protein hewani membuat tingkat konsumsi ikan meningkat. Hal itu juga yang menyebabkan permintaan pasar terhadap produk perikanan seperti ikan dan udang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Untuk memenuhi permintaan pasar dan kebutuhan konsumen, sejumlah pihak melakukan kegiatan budidaya ikan dan udang. Karena jika hanya mengandalkan hasil perikanan tangkap saja, permintaan pasar terhadap produk perikanan tidak akan bisa terpenuhi.

Pemenuhan kebutuhan dalam kegiatan akuakultur tidak lepas dari penggunaan berbagai bahan aktif dalam kegiatannya. Pemanfaatan bahan aktif tersebut biasanya terdapat pada pemijahan, maskulinisasi ikan, transportasi, dan pembiusan ikan. Penggunaan bahan aktif dalam akuakultur mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan konsumen perikanan yang kian meningkat tiap tahunnya. Beberapa penggunaan bahan aktif memberikan efek yang lebih baik dalam pemijahan, maskulinisasi, anestesi, transportasi, dan aktivitas budidaya lainnya. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari penggunaan bahan aktif dalam akuakultur mulai dari prinsip-prinsip, aplikasi, serta kandungan bahan aktif yang digunakan



II. ISI

2.1 Pemijahan Buatan
2.1.1 Latar Belakang Topik
Pemijahan ikan dalam akuakultur merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan sebagai proses terjadinya pembenihan. Namun, proses pemijahan secara alami membutuhkan waktu yang lebih lama serta kualitas dan kuantitas yang kurang memuaskan. Pemberian hormon perangsang pemijahan merupakan teknik yang digunakan untuk mempercepat proses pemijahan pada ikan. Pemberian hormon mutlak diperlukan sebagai jawaban dari tingginya permintaan benih ikan dalam beberapa tahun ini. Salah satu bahan yang umum digunakan adalah hormon pemijahan yang terdapat dalam kelenjar hipofisa, serta salah satu merek dagang terkenal dalam pemijahan ikan yaitu Ovaprim®.Pemberian bahan-bahan hormonal ini dapat mempengaruhi proses pemijahan ikan menjadi jauh lebih baik daripada pemijahan alami.

2.1.2 Aplikasi Topik
1. Ovaprim®
Ovaprim® adalah merek dagang bagi hormon analog yang mengandung 20µg analog salmon gonadotropin releasing hormon (sGnRH), LHRH dan 10µg domperidone sejenis anti dopamin, per milliliter (Yanong et al., 2012). Ovaprim biasanya dibuat dari campuran ekstra kelenjar hipofisa dan hormon mamalia. Ovaprim digunakan sebagai agen perangsang bagi ikan untuk memijah, kandungan sGnRH akan menstimulus pituatari untuk mensekresikan GtH I dan GtH II. Sedangkan anti dopamin menghambat hipotalamus dalam mensekresi dopamin yang memerintahkan pituatari menghentikan sekresi GtH I dan GtH II (Powell et al., 1998)
Adapun tahapan penyuntikkan hormon adalah sebagai berikut Berdasarkan Achionye & Obaroh (2012):
a. Siapkan alat suntik dan hormon Ovaprim untuk disuntikkan. Gunakan injeksi spuit yang sudah dibersihkan dengan air panas atau gunakan alat injeksi yang baru.
b. Timbang induk ikan lele (jantan dan betina) dan tentukan dosis Ovaprim.
• Induk yang beratnya ± 1 kg, dosis hormon Ovaprim 0,3-0,5 ml. Bila beratnya 0,5 kg maka dosis yang diperlukan setengah nya, yakni 0,15 - 0,25 ml (sesuai petunjuk pada wadah hormon tersebut).
• Sedot dengan alat injeksi spuit sebanyak hormon yang diperlukan, misalnya 0,5 ml. Usahakan posisi botol dan injeksi spuit tegak lurus, botol berada di atas. Setelah itu, sedot lagi dengan injeksi spuit yang sama akuades sebanyak 0,5 ml juga untuk mengencerkannya. Setelah disuntik, ikan jantan dan betina dimasukkan ke dalam bak pemijahan.

2. Human Chorionic Gonadotrophin (hGC)
Human chorionic gonadotropin (hCG) adalah hormon glikoprotein dari keluarga gonadotropin yang awalnya disintesis oleh embrio manusia, dan kemudian dilanjutkan oleh syncytiotrophoblast, bagian dari plasenta, selama masa kehamilan (Cole, 2009).
Pada proses peningkatkan produksi benih, dapat dilakukan dengan pemijahan rangsangan hormon atau senyawa lain untuk merangsang ovulasi ikan. Hormon tersebut salah satunya adalah hCG. Penggunaan hCG memiliki beberapa kelebihan antara lain penggunaanya yang luas, mudah pengadaanya dan konsisten potensinya (Nuraini et al., 2012). Aplikasi hCG dilakukan dengan cara penyuntikan ke tubuh induk ikan yang akan memijah. Dosis penyuntikan biasanya adalah 200-600 IU/kg berat badan, tergantung dari ukuran ikan dan kebutuhan hormon yang diperlukan (Grizzle, 1995; Nuraini et al., 2012).

3. Hipofisa
Hipofisa adalah kelenjar endokrin yang terletak dalam sella tursika, yaitu lekukan dalam tulang sfenoid. Kelenjar hipofisa paling tidak menghasilkan tujuh hormon yaitu Growth Hormon, Adrenocorticotropic hormone (ACTH), Tyroid stimulating hormone (TSH), Luteotropic hormone (LTH), Folicle stimulating hormone(FSH), Steroid hormone (SH), Luiteinizing hormone (LH), interstitial cell-stimulating hormone (ICSH), Melanocyte stimulating hormone (MSH) (Lam, 1985).
Kelebihan dari hormon hipofisa adalah hormon ini bisa disimpan dalam waktu lama sampai dua tahun. Penggunaan hormon ini juga relatif mudah (hanya membutuhkan sedikit alat dan bahan), tidak membutuhkan refrigenerator dalam penyimpanan, dosis dapat diperkirakan berdasar berat tubuh donor dan resepien, adanya kemungkinan terdapat hormon hormon lain yang memiliki sifat sinergik. Adapun Kekurangan dari teknik hipofisasi adalah adanya kemungkinan terjadi reaksi imunitas (penolakan) dari dalam tubuh ikan terutama jika donor hipofisa berasal dari ikan yang berbeda jenis, adanya kemungkinan penularan penyakit, adanya hormon hormon lain yang mungkin akan merubah atau malah menghilangkan pengaruh hormon gonadotropin (Susanto, 2001).
Hipofisa terletak dibawah otak, jadi untuk mengambil kelenjar hipofisa langkah pertama yang harus diambil adalah mengeluarkan otak. Kepala Ikan mas dipotong mulai dari lubang hidungnya menggunakan pisau. Pomotongan mengikuti lekukan dagu ikan sehingga hasil potongannya dangkal dan tidak merusak otak. Setelah tulang kepala terbuka otak dikeluarkan menggunakan tusuk gigi atau alat bantu lainnya. Kelenjar Hipofisa akan terlihat tepat dibawah otak. Kelenjar ini berbentuk bulat kecil dengan warna putih. Prosedur berikutnya adalah kelenjar ini dikeluarkan dari kepala ikan menggunakan tusuk gigi (Susanto, H. 2001).

2.1.3 Bahan Aktif yang Digunakan
Penggunaan bahan-bahan untuk merangsang pemijahan, fungsinya tidak terlepas dari kandungan bahan aktif didalamnya. Ovaprim® merupakan hormon analog yang mengandung 20 µg analog salmon gonadotropin releasing hormon (sGnRH), LHRH dan 10µg domperidone (sejenis anti dopamin) per milliliter. Kandungan sGnRH akan menstimulus pituatari untuk mensekresikan GtH I dan GtH II, serta kandungan Domperidone sebagai anti dopamin akan mencegah terjadinya produksi dopamin (Yanong et al., 2012). Sedangkan, hCG merupakan sejenis glikoprotein yang mengandung 237 jenis asam amino dengan massa molekul 25,7 kDa (Cole, 2009). Kemudian pada Kelenjar hipofisa diketahui paling tidak menghasilkan tujuh hormon yaitu Growth Hormon, Adrenocorticotropic hormone (ACTH), Tyroid stimulating hormone (TSH), Luteotropic hormone (LTH), Folicle stimulating hormone(FSH), Steroid hormone (SH), Luiteinizing hormone (LH), interstitial cell-stimulating hormone (ICSH), Melanocyte stimulating hormone (MSH) (Lam, 1985).

2.2 Maskulinisasi
Maskulinisasi ikan adalah suatu proses pembentukan jenis kelamin jantan dimana pada larva-larva ikan baru berumur 7-19 hari diransang dengan hormon propolis untuk membentuk jenis kelamin jantan (Zairin, 2002). Hal-hal yang harus di perhatikan dalam melakukan maskulinisasi adalah:
1)   Pemeliharaan induk jantan dan betina ikan nila. Induk jantan yang digunakan berukuran 200 gr/ekor (umur 4 bulan) sebanyak 6 ekor. Kemudian induk betina yaitu berukuran 150 r/ekor (umur 4 bulan) sebanyak 18 ekor.
2)   Persiapan kolam induk untuk pemijahan, yang dilengkapi denan pen/pagar untuk pemijahan. Perbandingan nya yaitu 1:3 (1 ekor jantan dan 3 ekor betina)
3)   Persiapan pakan berhormon, sebelum hormon di tambahkan dalam pakan terlebih dahulu dilautkan dalam alkohol, volume alkohol disesuaikan dengan dosis propolis. propolis sebanyak 6 ml/kg. Untuk volume alkohol sebagai berikut: alkohol 95%:6 ml hormon propolis: 15.8 ml alkohol. Untuk alkohol 70%:6 ml propolis: 11.6 ml alkohol. Lautan propolis-alkohol tersebut dituangkan dalam pakan yang sudah di haluskan terlebih dahulu sedikit demi sedikit, dimana sebaai patokan dasar pelet yang dibutuhkan sebanyak 1 kg/dosis propolis dalam pakan menjadi 6 ml propolis dalam 1 kg pelet halus. Adonan tersebut diangin-anginkan sampai betul-betul kering dan bau alkohol hilang, selanjutnya adonan tersebut dimasukkan ke dalam wadah tertutup dan dapat disimpan selama 2 bulan.
4)   Persiapan kolam pendederan dan pemeliharaan larva. Setelah induk nila betina melepaskan larva keluar dari mulut ( mulai 7 hari ) maka larva-larva tersebut segera ditangkap dan dipelihara dalam kolam pendederan. Selanjutnya pakan hormon diberikan selama 1 bulan pemeliharaan sebanyak 10% dari berat larva. Sebab setelah waktu tersebut larva telah terbentuk jenis kelaminnya, sehingga pengunaan yang berlebihan dari waktu yang ditentukan tidak mempengaruhi perubahan jenis, malah menjadi membahayakan jika digunakan untuk pembesaran.

Melalui pemberian pakan penelitian mengenai sex reversal pada ikan nila dengan propolis yang mengandung chrysin, selain propolis salah satu yang dianggap aman dan ramah lingkungan antara lain adalah dengan madu lebah hutan. Madu dipilih karena mengandung kalium yang dapat merubah lemak prenegnelon, dimana prenegnelon inilah yang akan merubah estrogen menjadi progesteron dan kandungan glukosa dalam madu menyebabkan pH rendah sehingga air baik. Maka dengan perubahan ini ikan yang tadinya akan menjadi betina akan diarahkan menjadi jantan.
Ikan Guppy peubahan nya dengan proses perendaman yang dilakukan untuk pengubahan jenis kelamin, sebaiknya dilakukan pada saat fase embrio yaitu fase bintik mata mulai terbentuk karena pada saat itu perkembangan otak masih sangat labil sehingga mudah untuk diarahkan. Embrio fase bintik mata merupak embrio yang sudah lanjut, sehingga perlu diperhatikan waktu penetasannya. Lama perendaman embrio biasanya dilakukan mulai 6 jam-12 jam.
Madu merupakan larutan karbohidrat yang dihasilkan oleh lebah madu. Madu yang dihasilkan lebah madu (apis mellifera) berasal dari nectar bunga dan tepung sari. Komponen utama madu yaitu dekstrosa dan levulosa. Madu berkadar kalium, besi dan mineral lain yang lebih tinggi dari pada gula, karena madu berasal dari berbagai jenis nektar bunga, sehingga kandungan, susunan dan penampilan tiap jenis madu berbeda-beda. Aroma dan warna madu tergantung pada bunga sebagai sumber nektar yang didapat oleh lebah. Madu mengandung 70-80 % gula invert yang terlarut dalam air, sukrosa, maltosa, dekstrin, vit C, vit B1, vit B2, vit B6, asam pantotenat, asam folat, mineral ( Na, K, Ca, MN, Fe, Cu, P, S ) enzim hormon, zat bakterisida, fungisida, zat aromatik, lilin, protein, minyak atsiri dan asam formiat dan serbuk sari bunga.
Kata propolis berasal dari bahasa yunani, yakni pro yang berarti pertahanan dan polis yang berarti kota. Sehingga jika diartikan secara bebas, propolis berarti system pertahanan kota. Propolis sendiri adalah suatu bahan campuran kompleks yang tediri dari malam, resin, balsam, minyak dan polen yang dihasilkan lebah dari pucuk daun, getah atau produk botanical. Sifat propolis yaitu disinfektan (anti bakteri). Kandungan nutrisi propolis moment yaitu memulihkan sistem kapilari serta memperbaiki kerapuhan dan kebocoran saluran darah. Sedangkan protein pada propolis yaitu terdiri atas 16 jenis asam amino, sedangkan semua vitamin sudah terkandung di dalam nya, kecuali vitamin K. Semua mineral sudah terkandung di dalam propolis, kecuali sulfur (Mulyasih et al., 2012)

2.3 Pembiusan
2.3.1 Latar Belakang Topik
Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap keadaan membawa masalah-masalah tersendiri sesuai dengan penderita atau pasien yang sedang ditangani karena efek samping dari obat-obat anestesi mendepresi organ-organ vital di tubuh (Salam, 2013). Jenis – jenis anestesi antara lain (Salam, 2013) :
·      Anestesi lokal, seperti namanya, digunakan untuk operasi kecil pada bagian tertentu tubuh. Suntikan diberikan pada area yang akan dioperasi untuk mengurangi rasa sakit.
·      Anestesi regional diberikan pada dan di sekitar saraf utama tubuh untuk mematikan bagian yang lebih besar. obat anestesi disuntikkan dekat sekelompok saraf untuk menghambat rasa sakit selama dan setelah prosedur bedah..
Dalam bidang perikanan, Anestesi digunakan selama pengangkutan dengan tujuan untuk menenangkan ikan sehingga aktivitasnya berkurang, mengurangi konsumsi oksigen, mengurangi produksi karbondioksida yang mudah terurai sehingga tidak menimbulkan efek negatif pada ikan. Teknik seperti anestetik perlu dilakukan agar kondisi benih tetap baik, karena prinsip dasar anestetik adalah menghilangkan kesadaran suatu organisme terhadap rangsangan dari luar akibat penggunaan suatu bahan yang ditambahkan dari luar (Ahdiyah,2011).
Untuk melihat atau menunjukkan pulih sadar dari ikan yang telah dipingsankan tersebut ditandai dengan pergerakan ikan yang aktif dan responsif terhadap rangsangan yang ada. Sebelum mencapai kondisi seperti ini banyak proses ataupun tahap-tahap yang dilalui dalam ukuran menit. Pada kondisi pulih sadar ini terlihat sistem pernafasan dan sirkulasi darah ikan mulai stabil seiring dengan berpindahnya bahan pembiusan dari dalam jaringan tubuh ikan kelingkungan. Sehingga pada kondisi tersebut bahan pembiusan pada tubuh ikan telah berangsur-angsur berkurang (Achmadi, 2005).
Bahan-bahan anestesi yang masuk kedalam tubuh ikan secara langsung atau tidak langsung akan mengganggu kesetimbangan ionik dalam otak ikan. Gangguan ini akan mempengaruhi kerja syaraf motorik dan pernapasan. Kondisi ini menjadi dasar penggunaan bahan anestesi, jadi ikan yang diperlakukan dengan menggunakan bahan-bahan anestesi akan menyebabkan kematian rasa atau pingsan. Dengan pembiusan maka tingkat konsumsi oksigen ikan dan biota menjadi berkurang, laju produksi karbondioksida berkurang dan senyawa nitrogen yang diekskresikan ikan ke dalam lingkungan pun dapat ditekan. Respon yang diberikan ikan selama mendapatkan perlakuan pembiusan akan berbeda bergantung pada tingkat pembiusan yang diberikan (Albani dkk,2008).

2.3.2 Aplikasi Topik
Kondisi pingsan merupakan kondisi tidak sadar yang dihasilkan dari sistem saraf pusat yang mengakibatkan turunnya kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan rendahnya respon gerak dari rangsangan tersebut. Pingsan atau mati rasa pada ikan berarti sistem saraf kurang berfungsi. Pemingsanan ikan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu melalui penggunaan suhu rendah, pembiusan menggunakan zat-zat kimia dan penyetruman menggunakan arus listrik.

1. Pemingsanan dengan penggunaan suhu rendah
a)    Metode pemingsanan dengan penggunaan suhu rendah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan penuruanan suhu secara langsung dan secara bertahap.
b)   Penurunan suhu secara langsung, dimana ikan langsung dimasukan dalam air yang bersuhu 1 – 5 oC. Sehingga ikan akan pingsan.
c)    Penurunan suhu secara bertahap, dimana suhu air sebagai media ikan diturunkan secara bertahap sampai ikan pingsan.

2. Pemingsanan ikan dengan bahan anestasi (bahan pembius)
Tabel. Bahan yang dapat di gunakan untuk anastesi ikan
Bahan Pembius
Dosis
MS-222
0.05 mg / l
Novacaine
50 mg / kg berat ikan
Barbitas sodium
50 mg / kg berat ikan
Ammobarbital sodium
85 mg / kg berat ikan
Methyl paraphynol (dormisol)
30 mg / l
Tertiary amyl alcohol
30 mg / l
Choral hydrate
3-3.5 g lt
Urethane
100 mg / l
Hydroksi quinaldine
1 mg / l
Thiouracil
10 mg / l
Quinaldine
0.025 mg / l
Minyak Cengkih
10 ml/l
Kuning telur bebek
6 butir/10 l

A.  Pembiusan ikan dikatakan berhasil bila memenuhi tiga kriteria, yaitu :
a)    Induksi bahan pembius dalam tubuh ikan terjadi dalam waktu tiga menit atau kurang, sehingga ikan lebih mudah ditangani.
b)   Kepulihan ikan sampai gerakan renangnya kembali normal membutuhkan waktu kurang dari 10 menit.
c)    Tidak ditemukan adanya kematian ikan selama 15 menit setelah pembongkaran

B.  Proses pembiusan ikan meliputi 3 tahap yaitu :
a)    Berpindahnya bahan pembius dari lingkungan ke dalam muara pernapasan organisme.
b)    Difusi membran dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya penyerapan bahan pembius ke dalam darah.
c)    Sirkulasi darah dan difusi jaringan menyebarkan subtansi ke seluruh tubuh. Kecepatan distribusi dan penyerapan oleh sel bergantung pada persediaan darah dan kandungan lemak pada setiap jaringan sehingga bahan anestasi juga harus mudah larut dalam air dan lemak.

3. Pemingsanan Ikan dengan Arus
Listrik Arus listrik yang aman digunakan untuk pemingsanan ikan adalah yang mempunyai daya 12 volt, karena pada 12 Volt ikan mengalami keadaan pingsan lebih cepat dan tingkat kesadaran setelah pingsan juga cepat.

2.3.3 Bahan Aktif yang Digunakan
Salah satu cara menekan metabolisme dan aktivitas ikan selama transportasi adalah menambahkan bahan anaestesi ke dalam media pengangkutan. Salah satu obat bius yang biasa digunakan untuk mengurangi stress dan kematian pada transportasi ikan hidup adalah tricaine methanesulfonate (MS-222) dengan rumus kimia C9H11O2N+CH3SO3H (Bourne, 1984 dan Subashinge, 1997). MS-222 adalah bahan anestesi yang digunakan pada transportasi ikan yang sifatnya terbius sementara, sehingga tidak peka terhadap getaran, mudah penggunaannya, waktu induksinya tergolong cepat serta tidak menimbulkan dampak negatif terhadap ikan dan manusia pada kadar tertentu (Daud et al.,1997). Mutu MS-222 ditentukan oleh aminobenzenzoate yang memiliki sifat membius, melepas uap serta dapat memberikan bau yang tajam dalam air yang sifatnya menyengat (Borne, 1984). Selain tidak bersifat racun terhadap ikan, obat bius harus dapat menimbulkan efek bius yang cukup lama dengan kadar yang sangat rendah, mudah didapat dan harganya terjangkau (Scherck dan Moyle, 1990; Pirhonen dan Schreck,2003).
Respon yang diberikan ikan selama perlakuan pembiusan akan berbeda, dan bergantung pada kadar bahan anaestesi dan kepadatan ikan yang digunakan. Schnick et al., (1986) merekomendasikan bahwa kadar MS-222 15-66 mg L-1 efektif untuk pengangkutan ikan. Sedangkan Davis dan Griffin (2004) merekomendasikan konsentrasi MS-222 yang efektif untuk pembiusan ikan adalah 25-75 ppm. Kadar MS-222 yang efektif untuk benih ikan patin berukuran 1-1.5 inchi adalah 25 mg L-1 selama masa transportasi 18 jam, dan kepadatan optimalnya mencapai 500 ekor L-1 (Arfah dan Supriyono, 2002). MS-222 tersebut perlu dicobakan pada transportasi ikan botia pada kadar dan kepadatan ikan berbeda.

2.4 Pengangkutan Ikan
2.4.1 Latar Belakang Topik
Transportasi merupakan bagian penting dari usaha ikan komersial (Absali and Mohamad, 2010). Media pengangkutan air yang memiliki kelemahan, yaitu penurunan kualitas air yang mengakibatkan ikan mengalami stress. Stress pada ikan dapat menyebabkan cedera fisik (Coyle, 2004), bahkan kematian (Hjeltnes and Waagbo, 2008; dan Fauziah dkk., 2010). Oleh karena itu kualitas air media pengiriman harus dijaga agar tetap sesuai bagi ikan (Pramono, 2002).
Mengurangi tingkat kematian ikan saat transportasi juga dilakukan pada proses imotilasi (pra pengemasan), yang dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan pemberian kejutan listrik (Albani et. al., 2008), penurunan suhu lingkungan agar metabolisme tubuh berkurang (Karnila, 2001) dan pemberian bahan bius (anestesi) terhadap benih ikan (Vartak and Singh, 2006).
Adanya teknik untuk mengangkut ikan hidup agar tetap bertahan hidup hingga sampai ke tempat tujuan. Ikan yang memiliki kemampuan dalam mengkonsumsi 02 saat pengangkutan perlu diperhatikan selama pengangkutan yaitu bobot ikan dan suhu air tersebut. 02 yang dikonsumsi tergantung dengan jumlah oksigen yang ada. Jika 02 meningkat, maka ikan yang mengkonsumsi 02 tersebut pada kondisi atau keadaan stabil, saat kadar 02 menurun, maka konsumsi 02 untuk ikan akan sangat rendah. Jumlah C02, PH dan amoniak berpengaruh penting. . Nilai pH air merupakan faktor kontrol yang bersifat teknis akibat perubahan kandungan CO2 dan amoniak. Perubahan PH yang terjadi dapat membuat ikan menjadi stres, penanggulangan hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan larutan bufer. Sementara itu, pengangkutan ikan hidup dengan teknik kering merupakan cara yang dianggap lebih efektif. Ikan yang dijual dalam keadaan hidup lebih tinggi nilainya dibandingkan ikan mati. Karena itu, penguasaan teknik pengangkutan ikan dalam keadaan hidup sangatlah penting, khususnya bagi pelaku usaha di bidang jasa pengangkutan ikan.

2.4.2 Aplikasi Topik
teknik pengangkutan ikan hidup terbagi ke dalam dua, yaitu teknik basah dan teknik kering. Teknik basah terdiri dari dua sistem, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka sudah lazim dilakukan, yaitu ikan diangkut dalam wadah terbuka. Sistem ini mudah diterapkan. Berat ikan yang aman untuk diangkut dengan sistem terbuka tergantung efisiensi sistem aerasi, lama pengangkutan, suhu air, ukuran, dan jenis ikan. Pengangkutan ikan hidup dengan sistem ini umumnya dilakukan untuk jarak tempuh pendek dan waktu yang singkat.
ada tiga faktor penting yang harus diperhatikan dalam pengangkutan ikan, yaitu kepadatan, waktu pengangkutan dan perlakuan, sebelum dan selama pengangkutan. Bila ketiga faktor itu diperhatikan dengan baik, maka prinsip pengakutan bisa tercipta .Kepadatan ikan tidak boleh teralu tinggi agar tidak berdesak-desakan. Sediakan sedikit areal, atau sekitar setengah bagian dari tubuhnya. Kepadatan dalam satu wadah sangat tergantung dari ukuran ikan. Ikan yang berukuran kecil, jumlahnya lebih banyak dari ikan besar. Kepadatan juga sangat tergantung dari lamanya pengangkutan.
Waktu pengangkutan juga harus diperhatikan. Karena ikan hidup pada kisaran suhu tertentu. Suhu yang melebihi ambang batas hidupnya bisa berakibat fatal. Demikian juga dengan suhu yang kurang dari ambang batas hidupnya. Namun yang sering terjadi adalah melebihi ambang batas, karena selama pengangkutan, suhu akan naik. Menentukan waktu pengangkutan harus tepat. Ini berkaitan erat jarak yang akan tempuh dan lamanya pengangkutan. Selain itu juga berkaitan erat dengan prinsip pengangkutan, yaitu bagaimana menciptakan suasana yang nyaman bagi ikan. Waktu kapan akan terjadi suasana seperti itu. Tentu saja itu terjadi pada suhu rendah. Karena itu pengangkutan ikan harus dilakukan pada malam hari, sehingga bila terjadi kenaikan suhu selama pengangkutan, kenaikan itu tidak terlalu tinggi. Bila ikan akan diangkut selama 12 jam, maka berangkatnya harus sore hari, sehingga tiba di tempat tujuan pada malam atau pagi hari. Perlakuan pada ikan yang akan diangkut juga turut menentukan kesuksesan dalam menerapkan prinsip pengangkutan ikan, baik sebelum maupun selama pengangkutan. Ini juga berkaitan erat dengan sifat ikan. Justru inilah yang menjadi faktor terpenting dari yang lainnya, dan menjadi kiat dalam pengangkutan. Kiat-kiat itu diantaranya  :
Pertama : Ikan yang akan diangkut harus diberok dahulu. Yaitu ditampung dalam bak dengan aliran air bersih, dan tidak diberi pakan tambahan. Tujuan pemberokan adalah untuk mengeluarkan kotoran dari tubuh ikan. Karena ikan yang baru dipanen banyak mengandung kotorannya. Bila tidak diberok, maka selama pengangkutan, ikan akan mengeluarkan kotoran, dan kotoran itu akan menurunkan kualitas air dalam alat pengangkutan, dimana kandungan karbondioksida dan amoniak tinggi, sedangkan kandungan oksigen rendah. Keadaan ini bisa menyebabkan ikan tidak bisa hidup dengan dan tidak bisa bernapas dengan bebas.
Kedua : ikan harus diseleksi terlebih dahulu, yaitu dilakukan pemisahan antara ikan yang berukuran besar, sedang dan kecil. Tujuan seleksi adalah agar ukuran ikan menjadi seragam, sehingga bila diangkut tidak terjadi persaingan yang terlalu jauh sesama ikan yang diangkut. Persaingan itu berupa persaingan dalam memperebutkan tempat, dimana ikan yang besar bisa menyisihkan ikan yang kecil. Keadaan ini bisa menyebabkan ikan kecil mati. Persaingan juga bisa berupa persaingan dalam mendapatkan oksigen, dimana ikan besar dapat menggunakan oksigen lebih banyak dari ikan kecil.
Ketiga : ikan harus ditreatmen, atau disucihamakan terlebih dahulu, yaitu dengan cara merendam dalam obat tertentu, contoh Kalium Permanganat (PK), dengan dosis tertertu dan dalam waktu, atau lamanya tertentu pula. (lihat teknik mengobati penyakit ikan). Tujuan treatmen adalah agar ikan-ikan yang akan diangkut terbebas dari segala penyakit. Ikan yang sakit bisa terobati, dan ikan yang sehat bisa dicegah agar tidak terserang penyakit. Penyakit bisa menjadi penyebab kematian dalam pengangkutan. Selain itu, bisa menjadi penyebab tersebarnya satu penyakit dari satu daerah ke daerah lain.

DAFTAR PUSTAKA

Absali, H., and Mohamad, S. 2010. Effects of Using the Valeriana officinalis Extract During Transportation of Swordtail. Xiphophorus helleri. University of Agriculture and natural Resources of Gorgan. Golestan, Iran.
Achionye, C.G. & I. Obaroh. 2012. Ovaprim Doses Effect on Eggs of African Mudfish Clarias gariepinus. International journal of Life Science and Pharma Research. 2(2) : 6-9.
Achmadi D. 2005. Pembiusan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Tegangan Listrik untuk Transportasi sistem kering [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan.  Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Ahdiyah UL. 2011. Penggunaan Jerami dan Serbuk Gergaji Sebagai Media Pengisi Pada Penyimpanan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii) Tanpa Media Air [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Albani RI, Saleh R dan  Diamahesa WA. 2008. Teknik Anestesi ikan menggunakan Arus Listrik [artikelilmiah]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
 Albani, R. I, Saleh. R., dan Diamahesa, W.A. 2008.Teknik Anastesi Ikan Menggunakan Arus Listrik. Laporan Akhir Program Kreatif Mahasiswa. Bidang Penelitian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arfah, H., dan Supriyono, E., 2002. Penggunaan MS-222 Pada Pengangkutan Benih Ikan Patin (Pangasius sutchi). Jurnal Akuakultur Indonesia, Vol. 1, hal. 119-121.
Bourne, P. K., 1984. The Use of MS-222 (Tricaine Metane Sulphonate) as an Anaesthetic for Routine Blood Sampling in Three Species of Marine Teleostei.Aquaculture, Vol. 36, pp. 313-321.
Cole, L.A. 2009. New discoveries on the biology and detection of human chorionic gonadotropin. Reprod. Biol. Endocrinol. 7: 1-37.
Coyle. 2004. Anesthetic In Aquaculture. SRAC Publication No. 390.
Davis, B., K., and Griffin, B.R. 2004. Physiological Respon of Hybrid Striped Bass Under Sedatation by Several Anasthetics. Aquacultue, Vol. 233, pp. 531-548.
Fauziah, R. N, Mirantil. S., dan Agustiawan. S. 2010. Pemingsanan Ikan Mas (Cyprinus carpio) Dengan Menggunaan Ekstrak Tembakau, Ekstrak Mengkudu dan Ekstrak Cengkeh. Artikel Ilmiah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Grizzle, J.M., D. Xu, & W.A Rogers. 1995. Efficacy of Human Chorionic Gonadotrophin for Spawning Striped Bass and White Bass. Proc. Annu. Conf. Southeast. Assoc. Fish and Wildl. Agencies, 49 : 88-96
Hjeltnes, B. and Waagbo, R. 2008. Transportation of fish within a closed system. Opinion of the Panel on Animal Health and Welfare. Norwegian Scientific Committee for Food Safety. Norwegian.
Karnila, R. E. 2001. Pengaruh Waktu dan Suhu Pembiusan Bertahap terhadap Ketahanan Hidup Ikan Jambal Siam (Pangasius sutchi) dalam Transportasi Sistem Kering. Jurnal Natur Indonesia III (2): 151-167. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
Lam, T. J. 1985. Induced Spawning in Fish. Taiwan : Oceanic Institute and Tungkang Marine Laboratory.
Mulyasih, D., Tarsim, & M. Sarida. 2012. Penggunaan suhu dan dosis propolis yang berbeda terhadap nisbah kelamin ikan guppy (Poecilia reticulata). Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan, 1 (1) : 25-30
Murtidjo, B. A. 2001. Beberapa Metode Pembenihan Ikan Air Tawar. Yogyakarta: Kanisius.
Nuraini, H. Alawi, N. Asiah, & A.T. Priyatama. 2012. Induced Spawning of Selais Fish (Ompok hypopthalmus) Under Different Doses of Human Chorionic Gonadotrophin Hormon (hCG). Jurnal Perikanan dan Kelautan, 17 (2) :1-10
Pirhonen, J. and Schreck, C. B. 2003. Effects of Anasthesia With MS-222, Clove Oil and CO2 on Feed Intake and Plasma Cortisol in Steelhead Trout (Oncorhynchus mykiss). Aquaculture, Vol. 220, pp. 507-514.
Powell, J.F.F., J. Brackett, and J.A. Battaglia. 1998. Induced and synchronized spawning of captive broodstock using Ovaplant and Ovaprim. Bulletin of the Aquaculture Association of Canada 3:14–18.
Pramono, V. 2002. Penggunaan Ekstrak (Caulerpa racemosa) sebagai Bahan Pembius pada Transportasi Ikan Nila (Oreocrhomis niloticus) Hidup. Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Perikanan FPIK IPB.
Schnick, R. A., Mayer F. P., and Grey, D. L., 1986. A Guide to Approved Chemical in Fish Production and Fishery Management. University of Arkansas Cooperative Extension Service. Little Rock.
Schreck, C.B., and Moyle, 1990. Methode for Fish Biology. American Fisheries Society. Bethesda, Maryland USA. 684 pp.
Subasinghe, S., 1997. Live Fish Handling and Transportation. Infofish International, Vol.2, pp. 39-43.
Susanto, H. 2001. Teknik Kawin Suntik Ikan Ekonomis. Jakarta : Penebar Swadaya.
Vartak, V., and Singh, R.K. 2006. Anesthetic Effects of Clove Oil during Handling and Transportation of the Freshwater Prawn, Macrobrachium Rosenbergii (De Man). The Israeli Journal of Aquaculture. Badmigeh.
Yanong, R.P.E., C. Martinez, & C.A. Watson. 2012. Use of Ovaprim in Ornamental Fish Aquaculture. Florida : University of Florida.

Zairin M. 2002. Sex Reversal Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina. Jakarta : Penebar Swadaya.

No comments:

Post a Comment