Friday, February 16, 2018

Penggunaan GIS pada Kolam Budidaya Air Tawar

Salah satu bentuk aplikatif yang paling berguna dalam GIS untuk perencanaan dan manajemen adalah analisis kesesuaian penggunaan lahan (Land-use sustainability analisys). Bila didefinisikan secara luas, analisis kesesuaian penggunaan lahan bertujuan untuk mengidentifikasi pola spasial yang paling tepat untuk menggunakan lahan di masa depan yang sesuai untuk menentukan kebutuhan, preferensi, atau prediktor beberapa aktivitas (Malczewski, 2003).
GIS mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa, dan akhirnya memetakan hasilnya (Wasilah. 2010). Data yang diolah pada GIS adalah berupa data spasial (keruangan) yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi GIS dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti lokasi, kondisi, tren, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan GIS dengan sistem informasi lainnya (Doktafia, 2014).
Penggunaan GIS untuk tujuan perikanan cukup lambat terwujud, Hal ini sebagian besar dikarenakan kurangnya data-data lingkungan kompleks yang berkaitan tentang perairan. Lingkungan yang kompleks ini dapat dipahami sebagai "task component" yang perlu dipertimbangkan ketika melakukan pekerjaan terkait penggunaan GIS dunia perikanan, terutama dalam peeneentuan kolam air tawar (Meaden & José. 2013).
Terdapat task component yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan GIS untuk budidaya air tawar. GIS terestrial lebih berkaitan dengan point 1, 2 dan 4, sedangkan sebagian besar GIS perikanan laut harus lebih berkonsentrasi pada point 3, 5, 6 dan 7. Karna peendirian kolam air tawar beerada di daratan, maka lebih tepat untuk menggunakan task point pada GIS terestrial atau daratan (Meaden & José. 2013).
Gis terestrial mempertimbangkan waktu (time), pembuatan kolam budidaya air tawar harus dilakukan di waktu yang tepat. Dengan pertimbangan cuaca yang baik dan bagaimana keadaan lingkungan saat cuaca tersebut apakah mendukung atau tidak. Selain itu, penentuan lahan budidaya juga mempertimbangkan kondisi lahan (Horizontal plane dan Veertical plane). Elevasi tanah yang baik sangat menentukan berlangsung atau tidaknya suatu proses budidaya air tawar (Kam, Bose, dan Teoh. 2007).
Selain itu, penentuan lahan untuk budidaya air tawar juga ditemtukan oleh dua indikator, yaitu sumber air dan ketersediaan lahan. Indikator pertama adalah sumber air yaitu mata air dan sungai, hal ini karena mata air dan sungai diharapkan dapat mengatasi kekurangan sumber air pada saat musim kemarau. Sumber air merupakan hal yang penting bagi budidaya perikanan. Sedangkan indikator yang kedua adalah ketersediaan lahan, tanah lapang dengan sumber air yang bagus merupakan lahan terbaik. Namun, apabila tidak terdapat tanah lapang, dapat juga digunakan sistem budidaya yang saling menguntungkan. Seperti contohnya, wilayah persawahan yang dapat dikembangkan potensinya menjadi sistem budidaya mina padi (Ankiq, Skalalis, Ujang, 2006) (Longdill, Terry, dan Kerry , 2008).
Tingkat potensi penentuan lahan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
·    Sangat berpotensi, jika pada wilayah tersebut terdapat sumber air dan ketersediaan lahan.
·   Berpotensi, jika wilayah untuk dijadikan area budidaya perikanan hanya mempunyai salah satu indikator yaitu sumber air atau ketersediaan lahan.
· Kurang berpotensi, jika pada wilayah tersebut tidak terdapat sumber air dan ketersediaan lahan, atau salah satu indikator tersebut tidak dimungkinkan untuk dijadikan area budidaya perikanan, misalnya ada sumber air yang tercemar.
(Ankiq, Skalalis, Ujang, 2006)




DAFTAR PUSTAKA

Ankiq, T S, Skalalis Diana, dan Ujang Subhan. 2013. Jurnal: Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Penetapan Potensi Lahan Budidaya Perikanan di Kabupaten Sumedang. Sumedang: Universitas Padjadjaran.

Longdill , Peter C., Terry R. Healy, dan Kerry P. Black, 2008. Journal: An integrated GIS approach for sustainable aquaculture management area site selection. New Zealand: Ocean & Coastal Management.

Wasilah. 2010. Sistem Informasi Geografis (SIG) tambak ikan di kabupaten lamongan sebagai pendukung keputusan untuk menentukan letak strategis dan jenis tambak dalam mengembangkan usaha budidaya ikan. Malang: Universitas Islam Negeri Malang.

Meaden, Geoffery J. & José Aguilar-Manjarrez. 2013. Advances in geographic information systems and remote sensing for fisheries and aquaculture. Rome: Food And Agriculture  Organization Of The United Nations.

Malczewski , Jacek. 2004. GIS-based land-use suitability analysis: a critical overview. London: Department of Geography, University of Western Ontario.

Doktafia. 2014. Sistem Informasi Geografis.

Kam, S.P., M.L.Bose & S.J. Teoh. 2007. GIS Mapping of Pond Aquaculture Potential in Bangladesh. Bangladesh: WorldFish Center (www.worldfishcenter.org)

Aguilar-Manjarrez, Jose, dan Lindsay G. Ross. 1993. Aquaculture Development and GIS. Mexico: Mapping awareness & GIS in Europe.

Sivakumar, R., A.M. Kiruthika, S., dan Suresh Babu. 2012. Remote Sensing And GIS Application In Brackish Aquaculture In Northern Part Of Andhira Pradesh from Srikakulam To West Godavari. India: International Journal of P2P Network Trends and Technology.


Gifford, John A., Daniel D. Benetti, dan José A. Rivera. 2003. Using GIS for Offshore Aquaculture Siting in the U.S. Caribbean and Florida. Miami: University of Miami.

No comments:

Post a Comment