I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Ikan platy (Xipophorus maculatus) adalah ikan jenis livebearing dan masuk kedalam family Poecilliidae,
yang merupakan keluarga terbesar dari empat family yang berisi hampir 200
spesies dan termasuk beberapa spesies ikan peliharaan akuarium lain yang
terkenal seperti Molly, Guppy dan Swordtail. Semua spesies dalam keluarga
Poecilliidae dilengkapi dengan gigi di kedua rahang bawah dan atas. Ikan ini
berasal dari Amerika, tapi ikan liar Poecilliidae hari ini ditemukan di
perairan tropis dan subtropis di banyak bagian dunia. Kebanyakan ikan liar
Poecilliidae ditemukan di luar Amerika berasal dari ikan akuarium yang telah
dilepaskan ke alam liar oleh aquarists. Di beberapa bagian negara asia ikan
Poecilliidae sengaja diperkenalkan dalam upaya untuk memerangi malaria
dengan mengurangi jumlah nyamuk.
1.2.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini
adalah : Mengetahui cara pemijahan ikan platy, mengetahui cara perawatan larva
ikan platy, dan mengetahui sifat-sifat genetik ikan platy.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tentang Ikan Platy dan Pemijahannya
Platy merupakan ikan hias yang populer karena relatif kokoh,
mudah untuk dirawat dan juga mudah untuk bertelur di penangkaran. Ikan dengan
nama ilmiah Xipophorus maculatus ini tidak
akan tumbuh lebih besar dari 2,5 inci dan Platy tunggal dapat disimpan dalam
akuarium. Terdapat berbagai varian Platy yang berbeda, seperti Platy Wagtail
umum berwarna merah, Sunset Platy, Variatus Platy dan Tuxedo Platy. Platy akan
hidup dengan baik jika disimpan dalam lingkungan air yang sedikit basa. Ikan
Platy memungkinkan untuk bertahan hidup dengan tanpa makanan, tetapi ia akan
hidup lebih baik jika diberikan suplemen makanan dengan pakan hidup (jentik
nyamuk, daphnia, dll). Pemberian
pakan yang bervariasi akan memastikan bahwa ikan menerima semua nutrisi yang
diperlukan untuk tetap kuat dan sehat. Pakan yang baik juga mempengaruhi
kecerahan warna dari ikan hias ini (Lesmana. 2002).
Membedakan
antara ikan platy jantan dan betina sebenarnya cukup mudah
karena mudah dibedakan secara kasat mata. Berikut ini adalah perbedaan ikan
platy jantan dan betina menurut Lesmana (2002):
· Ciri-ciri
jantan: biasanya berbadan ramping, pada sirip tengah bawah berbentuk
lancip/kecil (agak memanjang), warna luar lebih menarik.
· Ciri-ciri
betina: berbadan relatif lebih gemuk dari platy jantan, pada sirip tengah bagian bawah
berbentuk bulat/mengembang, dan warna luar kurang menarik.
Untuk memijahkan ikan
Platy, maka harus memilih induk jantan yang sangat bagus dalam segi warna dan bentuk.
Induk betina juga dipilih berdasarkan ukuran tubuh dan warna. Pada ikan hias,
warna ikan jantan biasanya lebih cerah dan menarik dibandingkan ikan betina. Lakukan
pemijahan dengan perbandingan 4 atau 3 induk betina dengan 1 induk jantan.
Pemijahan yang baik biasanya dilakukan secara terpisah dalam satu kolam,
misalnya didalam satu kolam pemijahan hanya ada 1 jantan dan 3 betina. Metode
pemijahan terpisah ini biasanya menghasilkan banyak anakan, induk jantan yang
telah selesai membuahi satu betina maka selanjutnya akan membuahi betina yang
lain (Basolo, 2006).
Anakan
yang telah lahir sebaiknya langsung dijauhi dari induknya. Anakan harus segera
dipindahkan maksimal 3 jam setelah induk betina melahirkan, karena untuk
menghindari terjadinya kanibalisme sebab ikan Platy bersifat omnivora. anda
harus pisahkan dan biarkan anaknya berenang-renang dan mulai mencari makan
berupa lumut-lumut. Dapat juga diberikan makanan berupa kutu air, jentik, dan pelet
ikan yang diracik halus agar sesuai dengan bukaan mulut ikan. Pemberian pakan
harus dilakukan sedikit demi sedikit agar burayak ikan dapat menyesuaikan diri
dengan makanannya (Basolo, 2006).
2.2.
Seleksi
Seleksi adalah program
breeding yang dilakukan secara individu atau famili induk yang diseleksi
berdasarkan keunggulannya untuk memperoleh perubahan rata 2 fenotif kuantitatif
suatu populasi pada generasi berikutnya (berat, panjang, warna). Seleksi
merupakan suatu proses penentuan
individu-individu
dalam suatu
populasi
perkembangbiakan berdasarkan
genotipe-genotip yang berbeda. Seleksi
merupakan metode paling tradisional dan umum. Perbaikan
kualitas genetik lambat dan memerlukan waktu lama. Prinsipnya adalah breeder
memilih
mana ikan yang akan digunakan dalam breeding dan mana yang akan disingkirkan. Biasanya
Seleksi dilakukan pada ikan yang sejenis. Seleksi juga dapat dilakukan secara
alami
dan buatan (artificial). Seleksi
faktor-faktor geologis, geografis, iklim, pakan dll. dilakukan oleh alam
(alami) dan atau oleh manusia (buatan). Proses seleksi dapat
dikembangkan dengan metode lain agar menghasilkan strain dengan kualitas lebih
baik (Agung, 2010).
Metode seleksi terbagi
menjadi dua cara. Yaitu sebagai berikut:
1.
Negative selection, metode
ini adalah yang paling
kuno dan sudah jarang digunakan karena memiliki berbagai
keterbatasan.
Caranya adalah dengan menyingkirkan ikan-ikan
yang kurang berkembang dan berproduktivitas rendah. Sisa
ikan hasil seleksi kemudian digunakan untuk breeding.
2.
Positive selection, metode ini dilakukan
dengan memilih hanya ikan-ikan dengan karakter yang paling
baik. Ikan tersebut kemudian diseleksi
(diambil) untuk kemudian digunakan sebagai indukan. Benih
hasil indukan pilihan
tersebut kemudian dijadikan satu dan dibesarkan bersama-sama.
2.3.
Hibridisasi
Hibridisasi merupakan
inseminasi (perkawinan yang menghasilkan pembuahan) antara spesies yang berbeda
(heterospecies) yang dapat menghasilkan hibrida dari induk yang digunakan.
Kegiatan tersebut harus dapat menjawab pertanyaan mengenai jenis hibrida yang
diperoleh berdasarkan ploidi (set kromosom pada nukleus suatu organisme) induk
yang digunakan sebagai masukan bahan genetik, apakah hibrida tersebut merupakan
gamet haploid, diploid, atau polispermi (penetrasi dua atau lebih sel sperma
terhadap satu sel telur pada saat yang sama ketika terjadi pembuahan).
Selanjutnya bagaimana mengenai proses pembuahannya (Karyogami), apakah jenis
genom yang diperoleh merupakan hibrida (hasil persilangan) atau hasil
parthenogenesis (terbentuknya individu baru dari sel telur tanpa mengalami
proses pembuahan) (Marie, 2010).
Hibridisasi mempunyai
tujuan untuk memperbaiki kualitas benih, seperti perbaikan terhadap laju
pertumbuhan, penundaan kematangan gonad, agar tercapai pertumbuhan maksimal
serta meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan lingkungan yang kurang baik.
Perbaikan tersebut diperoleh karena adanya sifat heterosis vigour yang muncul
pada hibrida yang dihasilkan. Hibridisasi pada ikan dapat dibedakan menjadi
hibridisasi intraspesifik (spesies yang sama), interspesifik (antar spesies
yang berbeda, genus sama), dan intergenerik (spesies dan genus yang berbeda)
(Liu, 2010).
Di awal tahun 1980-an, untuk ikan
mas ada tiga ras yang mempunyai kadar kemurnian tinggi, yaitu ikan mas ras
Punten, ras Sinyonya, dan ras Majalaya. Namun saat ini dari ketiga ras tersebut
sulit untuk didapatkan induk yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan
kemurniannya. Kondisi ini merupakan hambatan yang cukup serius. Kesalahan dalam
sistem pembenihan uang dilakukan oleh masyarakat dapat menghilangkan upaya para
pakar yang telah bertahun-tahun melakukan penelitian untuk menghasilkan ras
dengan karakter tertentu. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu kiranya
dilakukan upaya hibridisasi pada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu hibridisasi
interspesifik (antar spesies) atau intergenerik (antar genus). Hibridisasi yang
demikian jarang terjadi secara alami. Namun dengan adanya teknik pemijahan
secara buatan, hibridisasi tersebut dapat dilakukan dengan mudah. Keberhasilan
suatu pembuahan pada ikan dutentukan oleh keberhasilan penetrasi sperma
terhadap mikropil telur. Oleh karena itu, informasi mengenai diameter sperma
dan mikrofil telur dari ikan yang digunakan sangat diperlukan untuk mendukung
hibridisasi tersebut, selain pemijahan secara langsung (Hulata, 2001).
III. METODELOGI
3.1.
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan pada Kamis, 24 April 2014
hingga selasa 14 Mei 2014, Bertempat di Laboratorium Genetika Ikan, Jurusan
Budidaya Perairan, Universitas Lampung.
3.2.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang
digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: Aquarium, aerator,
scope-net, selang, dan kabel terminal.
Kemudian, bahan-bahan yang digunakan adalah: Induk
ikan platy jantan dan betina yang siap memijah, air, pellet apung, dan pakan
alami (kutu air dan jentik nyamuk.
3.3.
Cara Kerja
Pertama, lakukan seleksi induk ikan platy, pilihlah
ikan platy terbaik dan siap untuk dipijahkan. Siapkan 3 akuarium yang telah
diisi air dan di aerasi, kemudian, ikan platy yang telah diseleksi ditempatkan
dalam akuarium tersebut, dimana masing-masing akuarium terdiri dari 1 jantan
dan 1 betina. Amati perkembangan perilaku ikan hingga ikan memijah. Setelah memijah,
indukan platy langsung dipisahkan dari anakanya untuk mengantisipasi terjadinya
kanibalisme oleh si induk. Lakukan perawatan terhadap larva ikan hingga tumbuh
dan terlihat warnanya. Lalu amati dan catat hasilnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Pengamatan
- Tabel pengamatan 1
Akuarium
|
Jumlah
indukan
|
Warna
indukan
|
Jumlah
anakan
|
warna
anakan
|
||
Jantan
|
Betina
|
Jantan
|
Betina
|
|||
1
|
1 ekor
|
1 ekor
|
Jingga terang
|
Jingga pudar
|
Belum memijah
|
|
2
|
1 ekor
|
1 ekor
|
Jingga terang
|
Jingga pudar
|
Awal pemijahan 34 larva
|
Kuning tua
|
3
|
1 ekor
|
1 ekor
|
Jingga terang
|
Kuning kejinggaan dengan warna
agak pudar
|
Awal pemijahan 12 larva
|
Kuning tua
|
- Tabel pengamatan 2
Hari/
Tanggal
|
Keadaan Ikan
|
||
Aquarium 1
|
Aquarium 2
|
Aquarium 3
|
|
Kamis / 1 Mei 2014
|
Belum Memijah
|
34 Ekor Larva
|
12 ekor Larva
|
Jum’at / 2 mei 2014
|
Belum memijah
|
Mati 8 ekor
Sisa 26 ekor
|
Mati 1 ekor
Sisa 11 ekor
|
Sabtu / 3 mei 2014
|
Belum memijah
|
Sisa 26 ekor
|
Sisa 11 ekor
|
Minggu / 4 mei 2014
|
Mati
|
Mati 25 ekor
Sisa 1 ekor
|
Mati 4 ekor
Sisa 7 ekor
|
Senin / 5 mei 2014
|
Mati
|
Mati semua
|
Mati semua
|
Selasa / 6 mei 2014
|
Memasukkan indukan baru 2 ekor
|
Memasukkan indukan baru 2 ekor
|
|
Selasa / 14 mei 2014
|
Belum memijah
|
Mati 1 ekor
|
|
4.2.
Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan pemijahan pada tiga
pasang indukan ikan platy. Pada akuarium 2, indukan menghasilkan 34 ekor larva,
dan pada akuarium 3 indukan menghasilkan 12 ekor larva. Sedangkan pada indukan
di akuarium 1 tidak menghasilkan anakan, hal ini bisa dikarenakan beberapa
kemungkinan seperti:
– Indukan
yang digunakan tidak atau belum produktif, sehingga ikan tidak mau memijah.
–
Indukan stres, dikarenakan manajemen
praktikum yang kurang baik, misalnya karena air akuarium yang kurang terawat
dan human error.
Kemungkinan-kemungkinan tersebut dibuktikan dengan
ikan yang belum memijah selama 3 hari dan kemudian mati. Sehingga pada akuarium
1, kembali dimasukkan 2 indukan baru. Namun, tetap saja induk baru ini juga
tidak kunjung memijah hingga lebih dari 7 hari. Kemungkinan karena kejadian
yang sama pada dua indukan sebelumnya.
Pada akuarium 2 dan 3, larva yang dihasilkan
berwarna kuning tua. Namun, larva pada kedua akuarium tersebut banyak yang
mati, hingga akhirnya pada senin 5 Mei 2014 seluruh larva ikan mati semuanya.
Kematian total larva ini terjadi hanya dalam selang waktu 4 hari. Menurut
Lesmana (2002), ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan larva mati, antara
lain:
– Kualitas
air yang buruk (Kurangnya oksigen terlarut, suhu yang tidak optimal, dll.)
– Kurangnya
makanan
–
Kurangnya pengetahuan breeder dalam cara
perawatan larva, sehingga larva menjadi stres
Dari hasil pengamatan ikan platy, warna anakan dari hasil
pemijahan ikan platy semuanya memiliki warna kuning tua. Warna kuning tua ini
diwariskan dari kedua indukannya, fenotip yang muncul pada anak ikan platy ini
tidak jauh berbeda dari induknya. Menurut Marie (2010), pola pigmen merupakan
karakter fenotip yang selalu diturunkan dari induk pada turunannya. Selain
faktor gen sebagai pengontrol pola pigmen, lingkungan juga mempengaruhi
fisiologi sel pigmen yang mendorong perubahan formasi pola pigmen yang muncul.
Kendala utama dari jalannya praktikum ini adalah
manajemen pengamatan yang kurang baik. Beberapa praktikan tidak datang pada
saat jadwal yang ditetapkan, dan juga ada beberapa praktikan yang terlalu
sering mengontrol pengamatan laboratorium walaupun hari itu bukan jadwal
piketnya. Selain itu, kurangnya pemahaman dan pengetahuan praktikan juga
membuat larva platy jadi tidak terawat dengan baik, sehingga Survival Rate dari larva ikan sangat
kecil, bahkan sampai seluruh larvanya mati.
V. KESIMPULAN
5.1.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikum
pemijahan ikan platy ini adalah sebagai berikut:
1. Pigmen
warna merupakan sifat fenotip yang dapat diwariskan dari indukan ke anakannya,
serta mudah untuk diamati secara langsung. Meskipun tidak semua anakan platy
mewarisi warna induknya (resesif)
2. Faktor
penting yang meningkatkan kemungkinan keberhasilan pemijahan adalah kualitas
air dan manajemen perawatan yang baik.
3.
Larva merupakan fase kehidupan ikan yang
sangat rawan dan membutuhkan perawatan yang baik dan serius, karena pada tahap
ini ikan masih belum memiliki kemampuan yang baik dalam mempertahankan diri.
No comments:
Post a Comment